Secara kebahasaan, nikah bermakna “berkumpul”. Syekh Zakariya al-Anshari dalam Fathul Wahhab menyebutkan, Nikah secara bahasa bermakna‘berkumpul’ atau ‘bersetubuh’, dan secara syara’ bermakna akad yang menyimpan makna diperbolehkannya bersetubuh dengan menggunakan
lafadz nikah atau sejenisnya,”
Pendapat lain, Secara etimologi, kata kawin menurut bahasa sama dengan kata “nikah”, atau
kata, zawaj. Kata “nikah” disebut dengan an nikah ( النكاح) dan az-ziwaj/az-zawj atau az-zijah (لزيجه – الزواج الزواج) Secara harfiah, annikh berarti al wath’u (الوطء) adh-dhammu ( الضم) dan al-jam’u ( الجمع)
Alwath’u berasal dari kata wathi’a -yathi’u Wath’an artinya berjalan diatas, melalui, memijak, menginjak, memasuki, menaiki, menggauli dan bersetubuh atau bersenggama. Adh-dhammu, yang
terambil dari akar kata dhamma -yadhummu dhamman (ضما يضم ضم) mengumpulkan, menyatukan, memegang, menggabungkan, menyandarkan, merangkul, memeluk dan menjumlahkan. berarti bersikap lunak dan ramah. Sedangkan al-jam’u yang berasal dari akar kata jama’a yajma’u -jam’an (جمعا يجمع جمع) mengumpulkan, menggabungkan,menjumlahkan secara harfiah berarti menghimpun, menggenggam, Juga berarti: menyatukan, dan menyusun. Itulah sebabnya mengapa bersetubuh atau bersenggama dalam istilah fiqih disebut dengan al-jima’ mengingat persetubuhan secara langsung mengisyaratkan semua aktivitas yang terkandung dalam makna-makna harfiah kata dari al-jam’u. Sebutan lain buat perkawinan (pernikahan) ialah az-zawaj/az-ziwaj dan az-zijah. Terambil dari akar kata zaja-yazuju-zaujan زاخ-زوجا-يز و ج yang secara harfiah berarti: menghasut, menaburkan domba.
benih perselisihan dan mengadu Namun yang dimaksud dengan az zawaj/az-ziwaj di sini ialah at-tazwij yang mulanya terambil yuzawwijutazwijan (تزويجا يزوج زوج) dari kata zawwaja dalam bentuk timbangan “fa’ala-yufa’ilu-taf’ilan” yang harfiah berarti secara mengawinkan, mencampuri, menemani, mempergauli, menyertai dan memperistri (Muhammad Amin Suma: 2004). Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “Nikah” ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (mawaddah wa rahmah) dengan melalui, memijak, menginjak, memasuki, menaiki, menggauli dan bersetubuh atau bersenggama. Adh- dhammu, yang terambil dari akar kata dhamma cara-cara yang diridhai oleh Allah SWT (Sumiyati: 1989).
Perkawinan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang
positif dalam mewujudkan tujuan dalam pernikahan. Bentuk perkawinan ini memberi jalan yang aman
pada naluri seksual untuk memelihara keturunan dengan baik dan menjaga harga diri agar ia tidak laksana rumput yang dapat di makan oleh binatang ternak manapun dengan seenaknya. Pada hal yang lain. Pengertian nikah itu ada tiga, yang pertama adalah secara bahasa nikah adalah hubungan intim dan mengumpuli, seperti dikatakan pohon itu menikah apabila saling membuahi dan kumpul antara yang satu dengan yang lain, dan juga bisa disebut secara majaz nikah adalah akad karena dengan adanya akad inilah kita dapat menggaulinya. Menurut Abu Hanifah adalah Wati’ akad bukan Wat’un (hubungan intim). Kedua, secara hakiki nikah adalah akad dan secara majaz nikah adalah Wat’un (hubungan intim) sebalinya pengertian secara bahasa, dan banyak dalil yang menunjukkan bahwa nikah tersebut adalah akad seperti yang dijelaskan dalam al-Quran dan Hadist.
Pendapat ini adalah pendapat yang paling diterima atau unggul menurut golongan Syafi’yah dan Imam
Malikiyah. Ketiga, pengertian nikah adalah antara keduanya yakni antara akad dan Wati’ karena
terkadang nikah itu diartikan akad dan terkadang diartikan wat’un (hubungan intim).
Sedangkan menurut para ulama Fiqh menyebutkan akad yang mereka kemukakan adalah: “Akad adalah sesuatu yang dengannya akan sempurna perpaduan antara dua macam kehendak,
baik dengan kata atau yang lain, dan kemudian karenanya timbul ketentuan/kepastian dua sisinya”.