Shalat sunnah disebut juga dengan shalat tathawwu’, shalat nawafil, shalat mandhub, dan shalat mustahab, yaitu shalat yang dianjurkan untuk dikerjakan. Artinya bagi yang mengerjakan akan mendapat pahala, jika ditinggalkan maka tidak mendapat dosa. Kemudian dalam shalat sunnah ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Shalat sunnah mu’akkad, yaitu shalat sunnat yang selalu dikerjakan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat witir, shalat ‘ied, shalat sunnah qobliyah dan ba’diyah dan sebagainya.
b. Shalat sunnat ghairu mu’akkad, yaitu shalat sunnah yang jarang dikerjakan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat dhuha, istikharah, hajat, dan shalat-shalat sunnah yang tidak mu’akkad. (Al-Mun’im 1999). Semua shalat, termasuk shalat sunnah dilakukan adalah untuk mencari keridhoan atau pahala dari Allah SWT. Namun shalat sunnah, jika dilihat dari ada atau tidak adanya sebab-sebab dilakukannya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: shalat yang bersebab dan shalat sunnah yang tidak bersebab. a. Shalat sunnah yang bersebab, yaitu shalat sunnah yang dilakukan karena ada sebab-sebab tertentu, seperti shalat istisqo’ (minta hujan) dilakukan karena terjadi kemarau panjang, shalat qushof (gerhana) dilakukan karena terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan dan lain sebagainya.
c. Shalat sunnah yang tidak bersebab, yaitu shalat sunnah yang dilakukan tidak karena ada sebab-sebab tertentu. Sebagai contoh: shalat witir, shalat dhuha danlain sebagainya.