Pada dasarnya, penyembelihan merupakan
perkara
yang
ta’abbudi
yang
tata
cara
pelaksanaannya telah ditentukan oleh syara’. Karena
itu,
tidak
diperbolehkan menyembelih dengan
kehendak hati sendiri. Secara umum, gambaran
tenteng penyembelihan dapat dibedakan kedalam
dua bentuk berdasarkan keadaan hewan yang akan
disembelih, yaitu penyembelihan atas hewan yang
dapat disembelih lehernya (maqdur ‘alaih), dan
penyembelihan atas hewan yang tidak dapat
disembelih lehernya karena liar (ghair maqdur ‘alaih).
Berkenaan dengan keduanya, Fuqoha’ telah
menyepakati bahwa ada dua macam cara
penyembelihan yaitu dengan cara nahr, merupakan
penyembelihan
yakni
di
penyembelihan dengan cara dzabh.
atas
dada
dan
1. Maqdur ‘Alaih
Dalam keadaan maqdur ‘alaih, hewan dapat
disembelih dengan cara nahr, yaitu penyembelihan
yang ditujukan pada bagian pangkal leher di atas
dada dan dengan cara zabh. Zabh merupakan
salah satu Tazkiyah. Tazkiyah merupakan
penyembelihan yang ditujukan pada ujung
pangkal leher sehingga dapat melenyapkan nyawa
hewan seperti dengan memburunya. Sedangkan
zabh berarti memotong suatu bagian pada leher
hewan yang dapat menyebabkan kematiannya.
Penyembelihan hendaknya dilaksanakan dengan
sebagai berikut :
172
1) Menghadapkan kearah kiblat yang merupakan
arah yang diagungkan.
2) Menyebut nama Allah, dengan berdoa sebagai
berikut :
بسم الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ اللَّهُمَّ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنِّي يَا كَرِيمٌ
Artinya : “Ya Tuhanku, hewan ini adalah
nikmat dari-Mu. Dan dengan ini aku
bertaqarrub kepada-Mu. Karenanya hai Tuhan
Yang Maha Pemurah, terimalah taqarrubku.”
3) Mengasah pisau penyembelihan jauh dari
hewan sembelihan.
4) Menjauhkan hewan yang disembalih jauh dari
hewan lainnya.
5) Membawa dan membaringkannya dengan
lembut dan menyenangkannya.
6) Digulingkan kesebelah rusuk kirinya, agar
memudahkan bagi orang yang menyembelihnya.
7) Memotong Hulqum (jalan makanan) dan
memotong Mari (Jalan nafas).
2. Ghair Maqdur ‘Alaih
Berkenaan dengan hewan ghair maqdur ‘alaih
yang terbagi atas hewan buruan dan hewan temak
yang karena suatu hal menjadi liar dihukumi
sama dengan hewan buruan. Hewan dalam
keadaan ini bisa dibunuh dibagian manapun dari
tubuhnya dengan menggunakan benda tajam atau
alat apapun yang dapat mengalirkan darah dan
mempercepat kematiannya.
Ulama’ fiqih menyepakati bahwa selama masih ada
hayyat mustaqirrahnya, maka hewan tersebut
boleh disembelih. Tanda-tanda hayyat mustaqirrah
adalah gerakan yang keras pada hewan setelah
diputuskan bagian-bagian tubuhnya disertai
dengan memancar dan mengalimya darah dengan
deras. Jadi, jika penyembelihan dilakukan secara
perlahan dan usaha pemotongan terlalu lamban
sehingga ketika penyembelihan selesai ternyata
hewan itu tidak bergerak-gerak lagi berarti
nyawanya yang menetap telah tiada sebelum
sempurnanya penyembelihan. Maka jelaslah
hewan itu belum sempat disembelih sudah mati
dan halal dimakan.
3. Stunning
Jika nyawanya sudah tidak menetap lagi sebelum
disembelih, maka tidak halal dimakan kecuali
sebelumnya telah disembelih secara darurat.
Dalam hal ini, mengalimya darah dari urat leher
setelah pemotongan bukan merupakan petunjuk
atas adanya nyawa yang menetap.
Seiring dengan kemajuan zaman, ditemukan hal
hal baru yang sekiranya dapat membaikkan hewan
sembelihan, salah satunya penemuan baru yang
sekarang mulai dipraktekkan adalah stunning
yang merupakan salah satu istilah teknis dalam
bidang peternakan. Secara praktis stunning
adalah menembak hewan pada sisi
tanduknyadengan menggunakan peluru khusus
untuk menghilangkan kesadarannya agar tidak
terlampau merasakan sakit akibat dari
sembelihan. Dalam keadaan pingsan inilah hewan
disembelih. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI
tanggal 18 oktober 1976 tentang penyembelihan
hewan secara mekanis yang menyatakan bahwa
teknik pemingsanan pada hewan sebelum
penyembelihan dapat dibenarkan menurut syari’at
Islam, karena hal ini meupakan salah satu upaya
untuk meringankan rasa sakit hewan setelah
penyembelihan.