web analytics

Sahnya pernikahan sebagaimana disebut dalam undang-undang Pernikahan pasal 2 ayat (1)
dikatakan bahwa nikah adalah sah, apabila dilakukan menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Maka bagi umat Islam ketentuan mengenai terlaksananya akad nikah dengan baik tetap mempunyai kedudukan yang sangat menentukan mengenai sah sebuah pernikahan adalah sebagai berikut.
1. Adanya calon mempelai pria maupun calon mempelai wanita

Menurut Thalib (1974:66) menjelaskan
bahwa antara keduamya harus ada persetujuan bebas, yaitu persetujuan yang dilahirkan dalam keadaan pikiran yang sehat dan bukan karena paksaan. Disyaratkan persetujuan bebas adalah pertimbangan yang logis karena dengan tidak adanya persetujuan bebas ini berarti suatu indikasi bahwa salah satu pihak atau keduanya tidak memiliki hasrat untuk membentuk kehidupan keluarga sebagai salah satu yang menjadi tujuan pernikahan.
2. Kewajiban membayar mahar Mahar adalah sesuatu yang diberikancalon suami kepada calon istri untuk menghalalkan menikmatinya (al-Jaza‟iri, 2009:750). Mahar atau maskawin dalam hukum
Islam adalah sesuatu yang wajib di bayar oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai
wanita. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 4:”Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati (Q.S An-Nisa:4). Adapun ukuran besarnya maskawin itu tidak dibatasi oleh syariat Islam, hanya menurut kekuatan suami beserta keridhaan si istri.
Sungguhpun demikian hendaklah dengan benar-benar suami sanggup membayarnya karena mahar itu apabila telah ditetapkan sebanyak ketetepan itu menjadi utang atas suami wajib dibayar semana utang kepada orang lain, kalau tidak dibayar akan menjadi soal dan pertanggung jawaban di hari
kemudian. Janganlah terperdaya dengan adat bermegah-megah dengan banyak mahar sehingga si laki-laki menerima perjanjian itu karena utang, katanya, sedangkan ia tidak ingat akibat yang akan menimpa dirinya sendiri juga terhadap perempuan (istri) dia wajib membayar zakat maharnya itu sebagaimana dia wajib membayar zakat uangnya yang dipiutangnya. (Rasyid, 1992:365).
3. Harus dihadiri wali dari calon mempelai wanita

Adanya wali bagi seorang wanita didalam pelaksanaan akad nikahnya merupakan rukun dari akad nikahmya tersebut. Adapun syarat
syarat untuk menjadi wali nikah secara teknis yaitu,laki-laki, muslim akil dan baligh (Rofiq,1995:71). Hadis riwayat Aisyah RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Dari Aisyah bahwa Rasulullah saw shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal, nikahnya
adalah batal. Dua hadis di atas memperjelas bahwa adanya wali merupakan syarat sahnya nikah,
jika tidak ada wali maka nikahnya tidak sah atau batal. Mayoritas ulama salaf maupun kalaf antara lain Ali, Umar, Ibnu Mas‟ud, Abu Hurairah, Aisyah, Malik, Syafi‟i Ahmad, Ishaq, Abu Ubaid, Ats-Tsauri, dan penganut Madzhab Zhahiri berpendapat bahwa wali adalah syarat keabsahan akad pernikahan. Sehingga jika seorang perempuan yang masih perawan menikahkan dirinya yang (tanpa wali) maka
nikahnya adalah batal.
4. Harus disaksikan 2 orang saksi

Pernikahan hendaklah dihadiri dua orang saksi atau lebih dari kaum laki-laki yang adil dan beragama Islam (al-Jaza‟iri, 2009:750). Syafi‟i dan Hambali berpendapat bahwa pernikahan harus dengan dua orang laki-laki muslim dan adil. Sedangkan Maliki mengatakan saksi hukumnya tidak wajib dalam akad tetapi wajib untuk pencampuran suami dengan istrinya (dukhul). Kalau akad dilakukan tanpa seorang saksi pun, akad itu dipandang sah, tetapi apabila suami bermaksud mencampuri istri, dia harus mendatangkan dua orang saksi. Apabila ia mencampuri istrinya tanpa ada saksi, akadnya harus dibatalkan secara paksa, dan pembatalan akad nikah ini sama kedudukannya dengan talak ba‟in (Mhughaniyah, 2010:314).

5. Ijab dan Qabul

Para ulama madzhab sepakat bahwa nikah baru dianggap sah jika dilakukan dengan akad, yang mencakup dengan ijab dan qabul antara wanita yang dilamar dengan lelaki yang melamarnya, atau antara pihak yang digantikannya seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak sah hanya berdasarkan suka sama suka tanpa adanya akad (Mhughaniyah, 2010:309).

Para ulama juga sepakat bahwa nikah itu sah bila dilakukan dengan menggunakan redaksi (aku mengawinkan) atau (aku menikahkan) dari pihak yang dilamar atau orang yang mewakilinya dan redaksi qabiltu (aku terima) atau raditu (aku setuju)

dari pihak yang melamar atau orang yang mewakilinya (Mhughaniyah, 2010:309).

Kemudian dari kelima rukun nikah tersebut, terdapat syarat yang menjadikan syahnya suatu perkawinan. Jadi jika syarat-syarat terpenuhi, maka pernikahan menjadi sah dan dari sanalah menjadi timbul skala kewajiban dan hak-hak nikah (Sabiq, 1992:48).

Wali nikah adalah orang yang menikahkan seorang wanita dengan seorang pria (Ali, 2012:14). Syarat-syarat wali merdeka, berakal, sehat, dan dewasa, baik dia seorang muslim maupun budak. Budak, orang gila, dan anak kecil tidak dapat menjadi wali karena mereka tidak berhak mewalikan dirinya sendiri, apalagi terhadap orang lain (Sabiq, 2006:11). Ketentuan yang dianggap sah untuk menjadi wali perempuan ialah menurut susunan yang dibawah ini, karena wali-wali itu memang telah diketahui orang yang ada pada masa turun ayat: “Janganlah kamu keberatan menikahkan mereka.” (Q.S 02: 232).

Begitu juga hadis Ummi Salamah yang telah berkata kepada Rasulullah saw: “Wali saya tidak ada seorangpun yang dekat.”  Semua itu menjadi tanda bahwa wali-wali itu telah diketahui (dikenal).

Menurut Sabiq, (2006:11) susunan wali ialah, bapaknya, kakeknya, saudara laki-laki yang seibusebapak, saudara laki-laki yang sebapak, anak lakilaki dari saudara laki-laki yang seibuk sebapak, anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak, saudara bapak yang laki-laki, anak laki-laki dari pamanya yang dari pihak bapaknya, dan wali yang terakhir wali hakim.

By Mudir

Segala informasi terkait ma'had Al-Jamiah IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *