Teknik Nagham Bayyati
- Pengertian
Seni baca Al-Qur’an atau tilawah tidak hanya menekankan pada ketepatan tajwid dan makhraj huruf, tetapi juga pada keindahan Nagham (maqām) yang menjadi bagian penting dalam penyampaian makna dan nilai estetika bacaan. Salah satu maqam yang paling dikenal dan sering digunakan oleh qari di seluruh dunia adalah maqam Bayyati. Nagham Bayyati merupakan maqam dasar yang umumnya diajarkan pertama kali kepada para qari pemula karena memiliki struktur nada yang mudah dikuasai serta menciptakan kesan lembut, khusyuk, dan menenangkan (Al-Hafidz, 2019).
Secara etimologis, kata Bayyati berasal dari bahasa Arab “البياتي” yang bermakna “rumah” atau “tempat yang tenang,” menggambarkan suasana damai yang dihasilkan oleh alunan nada maqam ini (Al-Mahfudz, 2020). Maqam Bayyati digunakan untuk membaca ayat-ayat bertema nasihat, doa, kasih sayang Allah, serta penggambaran ketenangan jiwa. Karakter inilah yang membuat Bayyati menjadi maqam paling fundamental dalam seni tilawah.
Selain menjadi maqam dasar, Bayyati juga berfungsi sebagai jembatan menuju maqam-maqam lainnya seperti Hijaz, Nahawand, dan Jiharkah, karena strukturnya yang fleksibel dan harmonis (Al-Qattan, 2021). Dalam konteks pembelajaran qira’at, maqam Bayyati memiliki tahapan-tahapan teknik tertentu yang harus dikuasai, mulai dari pengenalan nada dasar hingga penghayatan makna spiritual.
- Struktur dan Karakteristik Nada Maqam Bayyati
Secara musikal, maqam Bayyati memiliki struktur nada yang khas dengan pola Do – Re – Mi♭ – Fa – Sol – La – Si♭ – Do’ (dalam sistem notasi Barat). Ciri utamanya adalah penggunaan nada Mi datar (Mi♭) dan Si datar (Si♭) yang memberikan nuansa lembut dan melankolis. Hal ini membuat Bayyati terasa menyentuh hati dan menggambarkan suasana ketenangan serta kesedihan yang lembut (Hasan, 2018).
Maqam Bayyati memiliki dua cabang utama, yaitu Bayyati Ushuli dan Bayyati Far’i. Bayyati Ushuli digunakan untuk bagian pembukaan tilawah atau ayat yang bertema lembut, sementara Bayyati Far’i digunakan untuk penekanan makna, seperti peringatan atau doa. Menurut Al-Khatib (2022), Bayyati sering digunakan pada ayat-ayat seperti:
“رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا”
(Surah Al-Isra’: 24)
Ketika dibaca dengan Nagham Bayyati, ayat ini terdengar penuh kasih dan haru, karena pola nada Bayyati mampu menonjolkan pesan emosional dan kelembutan doa.
- Tahapan Teknik Nagham Bayyati
Belajar maqam Bayyati memerlukan proses bertahap agar seorang qari mampu menguasai tekniknya secara utuh. Setiap tahap menekankan aspek berbeda—mulai dari penguasaan nada, pernapasan, artikulasi suara, hingga penghayatan makna. Berikut uraian lengkap tahapan teknik Nagham Bayyati.
- Tahap Pertama: Pengenalan Nada Dasar dan Pendengaran (Istima’)
Tahap awal dalam pembelajaran maqam Bayyati adalah pengenalan nada dasar dan pembiasaan telinga (istima’). Pada tahap ini, qari belajar mengenali perbedaan Bayyati dari maqam lain melalui latihan mendengarkan (listening training).
Guru qira’at biasanya memperdengarkan contoh bacaan dari qari terkenal seperti Syaikh Muhammad Rif’at atau Syaikh Abdul Basit yang menggunakan Bayyati secara jelas. Proses ini dikenal dengan metode talaqqi dan musyafahah, yaitu belajar langsung dari guru dengan menirukan suara dan nada (Al-Qari, 2017).
Latihan ini melatih telinga agar peka terhadap perbedaan nada Do – Re – Mi♭ – Fa – Sol yang menjadi inti Bayyati. Setelah itu, qari melakukan pengulangan dengan vokal “A – A – A” atau ayat pendek seperti “بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ” untuk membiasakan nada.
- Tahap Kedua: Latihan Pernapasan dan Keseimbangan Suara
Tahap kedua menekankan pada pengaturan pernapasan (tanaffus) dan keseimbangan suara (sawt). Maqam Bayyati menuntut kestabilan napas karena terdapat banyak perpindahan nada naik-turun yang harus dijaga agar tetap lembut.
Latihan pernapasan dilakukan dengan teknik pernapasan diafragma — yaitu mengatur udara dari perut, bukan dada, agar qari mampu membaca ayat panjang tanpa kehilangan kendali suara. Menurut Mubarok (2023), kemampuan mengontrol pernapasan berperan penting dalam menjaga nada Bayyati tetap stabil dan berNagham. Selain itu, latihan tartil juga diterapkan agar qari mampu mengatur kecepatan bacaan dan artikulasi yang jelas. Dalam maqam Bayyati, keseimbangan antara nada dan tajwid harus dijaga, karena keindahan suara tanpa ketepatan bacaan akan menghilangkan nilai ibadahnya.
- Tahap Ketiga: Penggunaan Nada Bayyati pada Ayat Bertema Doa dan Kasih Sayang
Tahap selanjutnya adalah penerapan nada Bayyati pada ayat-ayat bertema lembut seperti doa, nasihat, dan kasih sayang. Misalnya, dalam Surah Al-Mu’minun ayat 109:
“رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ.”
Nada Bayyati yang lembut dan mendayu sangat sesuai untuk ayat ini karena memperkuat makna kerendahan hati dan permohonan ampun. Qari harus memahami makna ayat sebelum memilih pola nada agar bacaan memiliki kedalaman emosional.
Al-Farisi (2021) menegaskan bahwa penghayatan makna merupakan unsur penting dalam maqam Bayyati. Qari yang membaca tanpa pemahaman makna hanya menghasilkan suara indah secara fisik, tetapi tidak menyentuh hati pendengar secara spiritual.
- Tahap Keempat: Transisi (Intiqal) ke Maqam Lain
Setelah menguasai nada dasar Bayyati, qari mempelajari teknik intiqal (perpindahan) ke maqam lain seperti Hijaz, Rast, atau Nahawand. Transisi ini penting untuk menambah variasi Nagham dan memperkaya emosi dalam tilawah.
Contohnya, dari Bayyati bisa berpindah ke Hijaz untuk menekankan ayat yang bernada peringatan atau ancaman. Misalnya pada ayat yang menggambarkan azab Allah, qari menaikkan nada ke maqam Hijaz untuk memberikan kesan tegas, lalu kembali ke Bayyati untuk menutup dengan kelembutan.
Menurut Jalaluddin (2018), kemampuan transisi menunjukkan tingkat kemahiran qari karena dibutuhkan kepekaan terhadap perubahan nada serta makna ayat. Latihan intiqal dilakukan secara bertahap dengan menjaga keseimbangan antara harmoni suara dan pesan makna.
- Tahap Kelima: Improvisasi dan Penghayatan Makna (Tathbiq al-Ma’na)
Tahapan terakhir adalah improvisasi (tathwir) dan penghayatan makna (tathbiq al-ma’na). Pada tahap ini, qari tidak hanya meniru pola Bayyati dari guru, tetapi mampu mengimprovisasi sesuai konteks ayat. Improvisasi dilakukan tanpa meninggalkan karakter utama Bayyati, yaitu kelembutan dan keseimbangan nada.
Qari yang telah mahir dapat memvariasikan Bayyati dengan pola Bayyati Ushuli, Bayyati Far’i, atau Bayyati ‘Ajam untuk menyesuaikan emosi ayat. Misalnya, pada ayat tentang nikmat surga, nada ditinggikan secara lembut; sementara pada ayat doa atau taubat, nada diturunkan perlahan agar menimbulkan rasa haru.
Menurut Saad (2022), tahap improvisasi harus diiringi dengan penghayatan spiritual terhadap makna ayat, agar bacaan tidak hanya indah secara musikal, tetapi juga menggugah hati pendengar. Inilah puncak pembelajaran maqam Bayyati: perpaduan antara teknik suara, kontrol napas, dan makna ruhani yang mendalam.
Teknik Nagham Bayyati merupakan fondasi utama dalam seni baca Al-Qur’an. Karakter nadanya yang lembut, tenang, dan khusyuk membuatnya ideal untuk ayat-ayat bertema doa, kasih sayang, dan nasihat. Pembelajarannya dilakukan secara bertahap, dimulai dari pengenalan nada dasar, pengaturan napas, penerapan pada ayat, transisi ke maqam lain, hingga improvisasi dan penghayatan makna.
Proses ini bukan sekadar latihan vokal, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendidik qari untuk menghayati firman Allah dengan perasaan dan makna terdalam. Dengan penguasaan teknik Bayyati yang benar, seorang qari mampu menghadirkan bacaan Al-Qur’an yang tidak hanya indah di telinga, tetapi juga menggugah hati pendengarnya.