web analytics
  • Tahap Persiapan Mental dan Spiritual (Tahap Pra-Bacaan)

Sebelum membaca Al-Qur’an, seorang qari (pembaca) perlu mempersiapkan diri secara mental dan spiritual. Hal ini mencakup niat yang ikhlas karena Allah, membersihkan hati dari gangguan duniawi, serta memahami bahwa Al-Qur’an bukan sekadar teks biasa, melainkan kalamullah (firman Allah). Persiapan ini penting agar pembaca dapat menerima pesan Al-Qur’an dengan hati yang tenang dan terbuka. Menurut Quraish Shihab, “Membaca Al-Qur’an harus dimulai dengan kesadaran bahwa yang dibaca adalah firman Tuhan, bukan sekadar bacaan biasa”.

  • Tahap Pemahaman Makna (Tahap Tafhim)

Penghayatan tidak mungkin tercapai tanpa memahami makna ayat yang dibaca. Tahap ini menuntut pembaca untuk mempelajari arti kata per kata (lughawi), konteks turunnya ayat (asbab al-nuzul), serta pesan utama yang ingin disampaikan. Pemahaman ini memungkinkan pembaca merespons ayat dengan perasaan sesuai kontennya misalnya, merasa takut saat membaca ayat tentang azab, atau haru saat membaca ayat tentang rahmat Allah. Sebagaimana ditegaskan oleh Al-Ghazali dalam Iḥya’ ‘Ulum al-Din, “Barangsiapa membaca Al-Qur’an tanpa memahami maknanya, maka ia seperti orang yang menghitung mutiara tanpa tahu nilainya”.

  • Tahap Penghayatan Emosional dan Spiritual (Tahap Tadabbur)

Setelah memahami makna, tahap selanjutnya adalah tadabbur, yaitu merenungkan dan menghayati pesan Al-Qur’an secara mendalam sehingga membangkitkan respons emosional dan spiritual. Misalnya, ketika membaca ayat tentang keagungan Allah, pembaca seharusnya merasa kagum dan tunduk saat membaca kisah para nabi, ia merasa terinspirasi untuk meneladani akhlak mereka. Menurut Abdul Mustaqim, “Tadabbur adalah jantung dari interaksi dengan Al-Qur’an, karena di sanalah terjadi transformasi spiritual”. 

  • Tahap Ekspresi Vokal dan Intonasi yang Sesuai (Tahap Tajwid dan Lagu Bacaan)

Penghayatan juga diekspresikan melalui teknik vokal seperti panjang-pendek bacaan (madd), kecepatan (suri’ah wa tawassul), dan irama (maqamat) yang disesuaikan dengan muatan emosional ayat. Ayat yang berisi ancaman dibaca dengan suara rendah dan penuh khidmat, sedangkan ayat tentang janji Allah dibaca dengan penuh harapan. Dalam tradisi qira’ah, hal ini dikenal sebagai husn al-sawt (keindahan suara) yang tidak hanya indah secara estetika, tetapi juga menyampaikan makna secara emosional. Seperti dikatakan oleh Ibn al-Jazari: “Sesungguhnya bacaan Al-Qur’an yang baik adalah yang memadukan keindahan suara dengan penghayatan makna”.

  • Tahap Internalisasi dan Aplikasi (Tahap Amal dan Transformasi Diri)

Tahap akhir dari penghayatan adalah menginternalisasi pesan Al-Qur’an ke dalam perilaku sehari-hari. Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, tetapi untuk diamalkan. Penghayatan yang sempurna akan mendorong perubahan sikap, karakter, dan tindakan sesuai dengan nilai-nilai Qur’ani. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-A‘raf (7): 204, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” Ayat ini menekankan bahwa tujuan utama mendengar dan membaca Al-Qur’an adalah meraih rahmat melalui perubahan diri. Menurut Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Qur’an adalah petunjuk yang hidup; ia tidak hanya dibaca dengan lidah, tetapi dihayati dengan hati dan diwujudkan dalam perbuatan”.

By Mudir

Segala informasi terkait ma'had Al-Jamiah IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *